Syarat Pendirian Usaha Rumah Kost-Kostan
Syarat Pendirian Usaha Rumah Kost-Kostan - Sampai saat ini, sesungguhnya belum ada Peraturan atau UU yang secara khusus mengatur pendirian usaha KOST. Namun demikian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pendiriannya, yang sedikit-banyak diadopsi atau mengacu kepada daerah DKI Jakarta. – misalnya PP No.65/2001 yang relatif sama dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.63/1999 (akan dibahas lebih lanjut pada bagian perpajakan).
Dengan pertimbangan belum meratanya kesiapan daerah dalam mengatur usaha KOST melalui peraturan daerah, maka analisis syarat pendirian usaha KOST akan lebih banyak mengetengahkan beberapa peraturan yang berpotensi diterapkan atau diadopsi oleh Pemerintah daerah lainnya.
IJIN USAHA JASA RUMAH KOST
Secara sepintas memang terlihat tidak terdapat hubungan langsung antara usaha KOST dengan bidang pariwisata, tetapi apabila bila kita merujuk pada Pasal 1 Peraturan DKI Jakarta No.12 Tahun 1997 akan terdapat beberapa hal yang mulai mengarah pada perizinan usaha KOST. Dalam peraturan tersebut ; hotel melati, motel, hunian wisata (service appartement), pondok wisata (cottage) dan penginapan remaja memerlukan Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP). ISUP bukanlah izin operasional, tetapi digunakan sebagai dasar pengurusan izin Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan (SP3L), Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), surat izin pengadaan sarana, dan prasarana lainnya serta sebagai dasar untuk memperoleh Izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP) melalui Dinas Pariwisata dan lembaga lain yang terkait.
Usaha KOST memang belum secara jelas disebutkan dalam peraturan di atas. Salah satu penghubungnya adalah kata “penginapan”, karena pengertian penginapan dilihat dari fasilitasnya. Peraturan Pemerintah No.65/2001 harus ditelaah lebih lanjut karena mengelompokan usaha KOST sebagai objek pajak seperti hotel, karena usaha kost termasuk dalam kategori rumah penginapan (memiliki fasilitas penginapan).
Pendirian usaha KOST perlu memperhatikan hal ini – terutama bila fasilitas dan nilai investasinya sudah mendekati nilai investasi Hotel Melati (³ 40 kamar), karena bukan tidak mungkin akan terdapat PERDA yang akan mengatur tentang perizinan operasional usaha KOST pada masa mendatang.
KEWAJIBAN PEMEGANG IJIN JASA RUMAH KOST
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan memberikan landasan bagi kewajiban melakukan pemantauan dan pengelolaan lingkungan perumahan dan permukiman, sejalan dengan kewajiban setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan pembangunan rumah atau perumahan untuk memenuhi persyaratan teknis, ekologis, dan administratif.
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dimotori oleh perluasan penerapan otonomi daerah (OTDA) melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.189/2002, bertujuan untuk mewajibkan beberapa jenis kegiatan / usaha guna melengkapi UPL dan UKL yang dilakukan bersama instansi pemberi ijin operasional, Badan Pengelola Lingkungan Hidup daerah provinsi DKI Jakarta, Kotamadya / Kabupaten Administrasi setempat dan instansi terkait lainnya. Keputusan Gubernur tersebut mulai “bersentuhan“ dengan jasa KOS dalam struktur industri. Jenis-jenis kegiatan usaha yang dimaksud dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel . Jenis – Jenis Kegiatan Usaha yang Diwajibkan melengkapi UKL dan UPL Dalam Wilayah DKI Jakarta
Hotel Bintang | Memiliki £ 200 kamar, atau luas lahan £ 2 Ha, atau luas bangunan 10.000 m2 |
Hotel Melati | Memiliki ³ 40 kamar |
Motel | Semua besaran |
Penginapan Remaja | Memiliki ³ 40 kamar |
Hunian Wisata (service apartement) | Memiliki £ 200 kamar, atau luas lahan £ 2 Ha, atau luas bangunan 10.000 m2 |
Pondok Wisata | Memiliki ³ 40 kamar |
Sumber : Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.189/2002
Penerapan Tabel walaupun baru berlaku dalam wilayah DKI Jakarta, secara implisit telah mengklasifikasikan unit usaha KOST yang memiliki 40 kamar atau lebih sebagai jenis usaha yang wajib dilengkapi oleh UKL dan UPL, serta dapat menjadi acuan awal Pemda untuk mengeluarkan PERDA yang khusus mengatur usaha KOST.
Dengan ditetapkannya UU No.34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, langkah pemerintah melalui PP No.65/2001 berusaha mewujudkan otonomi daerah yang luas dan nyata, dimana pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, khususnya yang bersumber dari Pajak Daerah, akan lebih ditingkatkan.
PP No.65/2001 mengelompokan usaha KOS sebagai objek pajak seperti hotel, karena usaha kos termasuk dalam kategori rumah penginapan. Dalam pasal 38 pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos (KOS) dengan jumlah kamar 10 atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan :
- Fasilitas penginapan / fasilitas tinggal jangka pendek, antara lain : gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan (huruf a).
- Fasilitas / pelayanan penunjang antara lain, telepon, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola (huruf b).
- Fasilitas olah raga dan hiburan, antara lain pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik yang disediakan atau dikelola.
Dengan demikian tarif pajak usaha KOS sama dengan tarif pajak hotel, yaitu paling tinggi sebesar 10% (Pasal 39 ayat 1). Besarnya penentuan tarif pajak tersebut ditetapkan oleh Pemda melalui Peraturan Daerah (PERDA) sesuai dengan Pasal 39 ayat 2. Berdasarkan pada penjelasan PP 65/2001 Pasal 38 ayat (1) huruf a, maka rumah KOS yang memiliki kamar 9 atau kurang tidak termasuk sebagai objek pajak. Untuk melihat perhitungan pajak rumah KOS dapat dilihat pada contoh berikut :
“Rumah KOS memiliki 11 kamar dengan tarif sewa Rp 200 ribu setiap kamar per bulan, maka yang hanya dikenakan pajak adalah 2 kamar saja, dengan perhitungan pajak : 2 kamar x Rp 200 ribu per kamar x 10% = Rp 40 ribu per bulan.”
Sebagai bahan acuan, berikut ini beberapa PERDA yang telah ditetapkan di berberapa daerah di Indonesia. Untuk wilayah Surabaya, samapai laporan ini ditulis, belum dibuat PERDA mengenai Rumah Kos
Keputusan Gubernur No.63 Tahun 1999 – DKI Jakarta
Pemerintah DKI Jakarta melalui keputusan gubernur tersebut memberikan petunjuk pelaksanaan pemungutan pajak hotel dan restoran, menyatakan bahwa rumah KOS dengan jumlah kamar 15 atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan termasuk dalam objek pajak hotel (Pasal 3) dengan tarif 10% (Pasal 7). Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan usahanya kepada Dinas Pendapatan Daerah dan akan mendapat Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
PERDA No. 52 Tahun 2001 Kabupaten Sumedang – Jawa Barat
Objek pajak rumah sewaan termasuk tempat kos. Besarnya pengenaan pajak adalah 5% (lima persen) dari jumlah sewa yang dibayarkan oleh penyewa. Pemerintah Kabupaten Sumedang menjelaskan ; bahwa dahulu pajak rumah sewaan dimasukkan dalam PERDA tentang PHR (Pajak Hotel dan Restoran). Kini peraturan tersebut sudah dipisahkan, sehingga rumah sewaan bisa dikenakan pajak sesuai dengan yang dimaksud dalam PERDA No. 52 Tahun 2001. Di berbagai wilayah lain, beberapa pelaku bisnis sektor jasa KOS mengambil peluang sebelum Peraturan Daerah tentang pajak KOS diberlakukan secara penuh.
PERDA Tahun 2002 Kabupaten Bandung – Jawa Barat
Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak Hotel yang telah disahkan oleh rapat paripurna DPRD Kabupaten Bandung mengelompokkan rumah KOS sebagai objek pajak dengan prosentase tarif pajak 10% - disamakan dengan tarif pajak hotel. Dalam Pasal 2 ayat (1) Perda Pajak Hotel, objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan, fasilitas olah raga dan hiburan untuk tamu hotel, dan jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara/pertemuan di hotel. Kemudian Pasal 2 ayat (2) menegaskan bahwa objek pajak hotel juga termasuk rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah 10 kamar atau lebih.
PERDA Tahun 2002 Pemkot Solo
Kota Solo sesungguhnya telah memiliki PERDA yang memungkinkan mengenakan pajak pada usaha KOS sejak 1998. Pada PERDA tersebut hanya usaha KOS yang memiliki 15 kamar atau lebih yang dikenakan pajak. Namun pada saat dilakukan pendataan, kebanyakan para pemilik usaha KOS meyakinkan petugas hanya memiliki di bawah 15 kamar. Untuk menyiasatinya, maka Pemkot Solo mengeluarkan PERDA baru yang mengenakan pajak pada usaha KOS yang memiliki 10 kamar atau lebih dengan tarif pajak 5% dari besarnya sewa setiap kamar.
PERDA No.7 Tahun 2001 Pemkot Semarang
Wajib pajak adalah pengusaha hotel termasuk di dalamnya tempat KOS, wisma, pondok wisata dan gedung pertemuan. Objek pajak adalah pajak hotel termasuk tempat KOS dengan jumlah 10 kamar atau lebih. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel termasuk tempat KOS, wisma, pondok wisata dan gedung pertemuan. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan sebagaimana dimaksud Pasal 5.
PERDA No.4/2001 - Bali
Pemda Bali masih merevisi peraturan daerah tersebut, yang mengatur pajak rumah pemondokan atau rumah kos. Peraturan daerah tersebut memasukan KOS sebagai objek pajak bila memiliki 10 kamar atau lebih dengan tarif 10% dari transaksi yang terjadi. Namun sampai dengan akhir 2002 masih menunggu masukan dari masyarakan, sehingga secara efektif belum bisa menggarap objek pajak tersebut.
Peraturan Pemerintah No.65/2001 adalah payung hukum Pemda bagi para investor yang akan membangun usaha KOS dengan investasi mirip Hotel Melati, atau menyamarkan pembangunan Hotel Melati sebagai usaha KOS. Dari sisi regulasi, peraturan tersebut merupakan jawaban keadilan dari tuntutan para pengelola Hotel Melati yang jelas-jelas menjadi bidikan pajak.
Gambar : Penentuan Objek Pajak dan Tarif Pajak Beberapa Daerah di Indonesia Sebagai Kelanjutan Penerapan PP N0.65/2001Dalam perkembangannya, penerapan OTDA melalui PERDA yang khusus mengatur perpajakan usaha KOST. Dampaknya, mulai awal tahun 2003 disinyalir akan terjadi sweeping besar-besaran di tempat-tempat dalam wilayah kota-kota besar yang memiliki konsentrasi usaha KOST dan sejenisnya. Hasil sweeping tersebut akan membantu Pemda untuk mengetahui distribusi kapasitas kamar usaha KOST, apakah mayoritasnya memiliki lebih dari 10 kamar atau justru kebanyakan memiliki kurang dari 10 kamar.
Bila hasil pendataan menggambarkan bahwa mayoritas kapasitas usaha kos memiliki kurang dari 10 kamar, maka diperkirakan Pemda setempat akan mengeluarkan PERDA yang mengatur bahwa semua rumah KOST adalah objek pajak dengant tarif pajak 5% dari harga sewa kamar – seperti yang dilakukan oleh Kab. Sumedang Jawa Barat dan Pemkot Solo. Sebaliknya, bila hasil pendataan justru mayoritas kapasitas usaha kos memiliki 10 kamar atau lebih, maka diperkirakan Pemda akan mengeluarkan PERDA yang relatif sama dengan PP No.65/2001 – yang dapat diartikan sebagai suatu langkah keadilan yang melindungi masyarakat kecil yang memiliki usaha KOST berkapasitas kurang dari 10 kamar.