Usaha Budidaya Tanaman Tebu
Usaha Budidaya Tebu - Kontribusi varietas tebu terhadap peningkatan produktivitas gula cukup nyata, mengingat produksi tanaman merupakan hasil kerjasama antara sifat genetis (varietas) dengan faktor lingkungannya. Keunggulan suatu varietas tidak bersifat mutlak atau terus menerus, tetapi dalam kurun waktu tertentu akan mengalami penurunan (degradasi). Oleh karena itu penggantian varietas unggul baru merupakan langkah strategis dalam mengatasi permasalahan produktivitas.
Tebu Varietas Unggul
Lembaga resmi yang diberi mandat untuk mengembangkan varietas tebu oleh pamerintah ialah P3GI yang tentu saja dengan bekerja sama dengan berbagai lembaga penelitian yang ada di Indonesia dan di negara lain. Plasma nutfah tebu diperoleh dari berbagai negara antara lain Formosa (kode F), Mauritius (M), Quinsland (Q), dan beberapa negara lainnya yang potensial. Varietas tebu yang unggul diperoleh melalui jalur;
- introduksi galur dari luar negeri dan deseleksi dengan kondisi alam di suatu daerah,
- menyilangkan berbagai galur baik antar galur lokal ataupun dengan galur introduksi,
- cara mutasi untuk mendapatkan keturunan yang diinginkan.
Paradigma keunggulan suatu varietas, sekarang berbeda dengan di waktu lampau. Dahulu untuk seluruh daerah hanya dikenal satu atau dua varietas unggul (satu untuk semua daerah), tetapi sekarang varietas unggul yang ada adalah lokal spesifik (hanya unggul untuk daerah tertentu).
Sebagai contoh, dulu dikenal varietas POJ 3016 yang unggul untuk semua daerah, tetapi sekali varietas ini terserang suatu penyakit akibatnya fatal bagi seluruh daerah.
Mengingat tebu harus dipanen pada saat yang relatif serempak, tetapi ditanam dengan waktu yang bergiliran (lebih panjang), maka diatur varietas dengan umur masak yang berbeda, yaitu masak awal (± 8 - 10 bulan), masak tengah (± 10 - 12 bulan) dan masak lambat (>12 bulan).
Varietas unggul dengan sifat masak lambat sudah agak jarang digunakan contohnya POJ 3016 dan PS 86-10029. Varietas masak tengah yang banyak digunakan adalah BZ 148, PS 30, dan PS 56, dan PS 851, sedangkan untuk masak cepat ialah F 154, M 442-51, PS 81-1321, PS 92-3092, dan PS 80-1649.
Untuk PG luar Jawa seleksi dilakukan untuk memperoleh variable unsur spesifik (sifat unggul lokal). Mereka umumnya mendatangkan galur unggulan dari luar dan diseleksi di lokasi untuk memperoleh varietas yang diinginkan. Hasil seleksi tersebut diberi nama sesuai nama daerahnya, misalnya GM untuk Gunung Madu, GP untuk Gula Putih.
Bahan tanaman bagi kebun tebu adalah bibit tebu yang bentuknya bisa berupa bibit, rayungan, bagal atau top stek. Bibit yang digunakan dipilih dari varietas - varietas yang sesuai untuk lahan sawah yang secara umum mempunyai ciri bobot tinggi atau bobot sekaligus rendemen yang tinggi.
Produksi yang tinggi pada kondisi fisik dan lingkungan di lahan kering, maka diperlukan bibit tebu dengan varietas yang sesuai untuk lahan kering. Varietas tebu untuk lahan kering harus memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain; (a) mempunyai daya tahan kekeringan, (b) mudah berkecambah, cepat beranak, jangka waktu keluar anakan yang agak panjang dan bertunas banyak, (c) mempunyai daya tahan kepras yang baik, (d) rendemen tinggi, (e) mudah diklentek, (f) tahan roboh.
Pada saat ini terutama di Jawa penggunaan varietas unggul belum dilakukan sesuai dengan lokasi penanaman. Umumnya petani menggunakan varietas yang ada tanpa mempertimbangkan potensi hasilnya.
Pengadaan Bahan dan Bibit Tanaman Tebu
Bibit tebu yang digunakan harus berkualitas baik. Budidaya tebu bibit diusahakan melalui beberapa tingkat kebun bibit yaitu berturut-turut dari Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI), dan Kebun Bibit Datar (KBD). Dengan penanaman secara bertingkat tersebut, kualitas bibit yang hendak ditanam di Kebun Tebu Giling (KTG) menjadi lebih baik karena dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya mengalami proses seleksi.
Tabel 12. Potensi Hasil Beberapa Varietas Tebu Unggul
No | Varietas/Galur | Rendemen (%) | Hasil Tebu(ton/ha) |
1 | POJ 3016 | 14 | 150 |
2 | BZ 148 | 9 | 120 |
3 | Triton | 9 | 125 |
4 | BZ132 | 9 | 80 |
5 | PS 86-10029 | 9 | 140 |
6 | PS 81-1321 | 9 | 120 |
7 | PS 92-3092 | 9 | 140 |
8 | PS 85-18135 | 9,5 | 105 |
9 | PS 85-21470 | 9,5 | 120 |
10 | PS 89-20961 | 9,5 | 140 |
11 | PS MD 7 | 9,5 | 130 |
12 | PS 88-19432 | 9,5 | 120 |
Sumber : P3GI (diolah)
Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur cukup (5 - 6 bulan), murni (tidak tercampur dengan varietas lain), bebas dari hama penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik.
Untuk mendapatkan bibit yang baik dan mencukupi diperlukan kebun bibit yang dikelola dengan baik pula. Pada umumnya komposisi kebutuhan bibit dari Kebun Bibit Datar (KBD) untuk Kebun Tebu Giling (KTG) adalah 1 : 8 yaitu dari 1 ha KBD dihasilkan bibit tebu yang cukup untuk 8 ha KTG untuk lahan sawah dan 1 : 3 untuk lahan kering.
Pada dasarnya pengelolaan kebun bibit hampir sama dengan kebun tebu giling dari pengolahan tanah hingga panen (tebang). Pada kebun bibit tidak dilakukan pengkletekan dengan tujuan untuk mengurangi penguapan setelah ditebang dan melindungi mata tunas baik pada masa pemeliharaan maupun pada saat pengangkutan. Dosis pupuk yang dipakai umumnya adalah 800 kg ZA, 200 kg SP-36, 200 kg KCl tiap ha.
Peranan Bioteknologi dalam Pengadaan Bahan dan Bibit Tanaman Tebu
Peranan bioteknologi dalam industri bibit baru dilakukan pada proses perbanyakan bibit. Dibandingkan metode konvensional (kebun bibit), perbanyakan dengan kultur jaringan mampu memperpendek dan mempercepat pengadaan bibit untuk di lapangan.
Persyaratan Tumbuh Tanaman Tebu
Kesesuaian Iklim
Tanaman tebu dapat tumbuh di daerah beriklim panas dan sedang (daerah tropik dan subtropik) dengan daerah penyebaran yang sangat luas yaitu antara 35o LS dan 39o LU. Unsur - unsur iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah curah hujan, sinar matahari, angin, suhu, dan kelembaban udara.
Curah Hujan
Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa petumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5 - 6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4 - 5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm tiap bulannya. Daerah dataran rendah dengan curah hujan tahunan 1.500 - 3.000 mm dengan penyebaran hujan yang sesuai dengan pertumbuhan dan kemasakan tebu merupakan daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu.
Sinar Matahari
Radiasi sinar matahari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Jumlah curah hujan dan penyebarannya di suatu daerah akan menentukan besarnya intensitas radiasi sinar matahari. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat proses fotosintesis, sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.
Angin
Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam adalah baik bagi pertumbuhan tebu karena dapat menurunkan suhu dan kadar CO2 di sekitar tajuk tebu sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik. Kecepatan angin yang lebih dari 10 km/jam disertai hujan lebat, bisa menyebabkan robohnya tanaman tebu yang sudah tinggi.
Suhu
Suhu sangat menentukan kecepatan pertumbuhan tanaman tebu, sebab suhu terutama mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjang tanaman ini. Suhu siang hari yang hangat atau panas dan suhu malam hari yang rendah diperlukan untuk proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Suhu optimal untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 24 - 30 oC, beda suhu musiman tidak lebih dari 6o, dan beda suhu siang dan malam hari tidak lebih dari 10o.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan tebu asalkan kadar air cukup tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%.
Kesesuaian Lahan
Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu. Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat.
Derajat keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 - 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.
Kelas Kesesuaian Lahan dan Faktor Pembatas
Berpedoman pada syarat tumbuh tanaman tebu, maka faktor pembatas utama untuk tanaman tebu adalah kesuburan tanah, solum tanah, kemiringan lereng dan tekstur tanah. Pengusahaan tanaman tebu harus dilakukan pada tanah dengan kemiringan <8%. Tanah dengan kelas S1, S2 dan S3 tanpa faktor pembatas yang berat merupakan klas lahan yang sesuai untuk tanaman tebu. Sebaran lahan tebu di Indonesia disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Lokasi Lahan Tebu di Indonesia Berdasarkan Tipe Iklim dan Jenis Tanah
No | Iklim | Jenis Tanah | Lokasi | |
1 | B1 | Aluvial | Medan | |
2 | B2 | Podsolik Merah Kuning | Lampung (Bunga Mayang, Cintamanis, Gunung Madu, GPM) | |
3 | C2 | Aluvial | Jatiroto, Pelaihari (Kal-Sel) | |
4 | C2 | Latosol | Cirebon | |
5 | C3 | Mediteran | Jatitujuh, Jawa Barat | |
6 | C3 | Regosol | Jengkol, Jawa Timur | |
7 | D2 | Mediteran | Camming, Sulawesi Selatan | |
8 | D2 | Latosol | Subang, Jawa Barat | |
9 | D3 | Aluvial | Jawa Tengah Utara | |
10 | D4 | Mediteran | Takalar, Sulawesi Selatan | |
11 | E | Aluvial | Pasuruan dan sekitarnya |
Sumber : Tjokrodirjo, 2000
Dari persyaratan tumbuh untuk tanaman tebu dapat diringkaskan sebagai berikut (Tabel 14).
Tabel 14. Ringkasan Persyaratan Tumbuh Tebu
Komponen | Syarat Tumbuh | Korelasi *) (dgn rendemen) |
Letak lintang | 35o LS dan 39o LU |
|
Iklim |
|
|
Curah hujan | 1.500 – 3.000 mm per tahun dengan 4-5 bulan kering nyata | -0,70 |
Penyinaran matahari | Matahari penuh tanpa awan | -0,37 |
Suhu optimum | 24-30o |
|
Suhu maksimum | 32o | -0.66 |
Angin | < 10 km/jam |
|
Kelembaban udara | < 80% |
|
Tanah |
|
|
Topografi | 0 – 5%, |
|
Sifat fisik | Drainase baik, tidak ada batuan di permukaan (< 40 cm), solum dalam (> 60cm) |
|
Sifat kimia | pH 5,5 – 7,0, ketersediaan hara seimbang, tidak terdapat Cl dalam jumlah banyak |
|
Kelas kesesuaian | S1, S2, S3 tanpa faktor penghambat yang berat |
|
Keterangan : *) = Windiharto dan Chujaemi (2000)
Teknik Usaha Budidaya Tanaman Tebu
Secara garis besar budidaya tebu dapat dibagi menjadi dua sistem, yaitu reynoso dan tebu lahan kering. Sistem reynoso digunakan pada lahan sawah yang pelaksanaannya sebagian besar secara manual. Sedangkan tebu lahan kering teknik budidaya dilakukan secara mekanisasi dan pengairannya sangat tergantung dari curah hujan atau suplisi air hanya di saat periode kritis.
Budidaya Tebu Sawah
Pada umumnya budidaya tebu sawah dilaksanakan dengan sistem reynoso, yaitu suatu sistem budidaya tebu yang dirancang untuk lahan basah, sehingga diperlukan suatu saluran (got) untuk mengatur muka air tanah.
Persiapan lahan dan pengolahan tanah
Pada sistem reynoso lahan dibuka dengan satuan 1 hektar sebagai luasan pokok. Kemudian dibuat bukaan dengan membuat saluran membujur (got malang) dan saluran melintang (got malang). Luasan satu hektar dibagi menjadi 10 petak (bak) yang dibatasi oleh got malang dan got mujur. Pembuatan got ini secara total dilakukan secara manual.
Pembuatan lubang tanam (juringan)
Pada sistem reynoso juringan dibuat secara manual dengan ukuran panjang 10 m dan lebar pusat ke pusat (pkp) 1,10 m, sehingga dalam satu hektar diperoleh 1.400 lubang tanam. Namun jika tanah semakin subur jumlah juringan dibuat lebih sedikit dari 1.400 juring. Juringan dibuat sedalam 40 cm agar nantinya perakaran dapat berkembang dengan baik. Mutu juringan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman selanjutnya.
Penanaman
Bibit yang digunakan di lahan sawah dapat berupa bibit bagal atau bibit rayungan. Umumnya digunkaan bibit dengan 2 mata untuk menjaga kepastian tumbuh. Dalam satu meter juringan ditanam 5 - 6 stek bibit. Waktu tanam yang ideal untuk tebu sawah adalah bulan Mei - Juni, sehingga pada saat panen bulan Juli - September tanaman sudah cukup masak dan memiliki bobot tebu yang tinggi.
Penanaman bibit diusahakan agar mata bibit menghadap ke samping. Apabila mata bibit menghadap keatas maka tunas akan muncul lebih dulu pada permukaan tanah daripada mata bibit yang menghadap kebawah. Keadaan tersebut disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan oleh tunas untuk mencapai permukaan tanah menjadi dua kali lebih lama, secara perhitungan jaraknya saja sudah jelas lebih jauh untuk mencapai permukaan tanah sehingga mengakibatkan pertumbuhan tidak seragam dan pertumbuhan tunas terganggu.
Budidaya Tebu Lahan Kering
Persiapan Lahan
Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik dan kimia tanah menjadi media perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas beberapa jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis.
Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) dan tanaman bongkaran baru (RPC) adalah sama tetapi untuk PC kegiatan persiapan lahan tidak dapat dilaksanakan secara intensif.
Hal tersebut disebabkan oleh tata letak petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yang baru dibuka masih belum sempurna sehingga kegiatan mesin/peralatan di lapang sering terganggu. Pada areal tersebut masih terdapat sisa - sisa batang/perakaran yang dapat mengganggu operasional mesin di lapang. Petak dibuat dengan ukuran 200 m x 500 m (10 ha) yang dibatasi oleh jalan produksi dan jalan kebun.
Pembajakan
Pembajakan I bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa - sisa kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal. Peralatan yang digunakan adalah Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci yang ditarik dengan Bulldozer 155 HP. Awal kegiatan pembajakan dimulai dari sisi petak paling kiri, kedalaman olah mencapai 25 - 30 cm dan kapasitas kerja mencapai 0,8 jam/ha sehingga untuk satu petak kebun (± 10 ha) dibutuhkan waktu 8 jam mesin operasi. Pembajakan dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman diusahakan lebih dari 30 cm dan arah bajakan menyilang barisan tanaman tebu sekitar 450.
Pembajakan II dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I dengan arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan kedalaman olah minimal 25 cm. Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3 - 4 disc diameter 28 inci dan traktor 80 - 90 HP.
Bakar Sampah
Kegiatan bakar sampah bertujuan untuk mempermudah operasional peralatan di areal bekas tebangan Bundled dan Loose Cane. Jika pengolahan tanah pertama menggunakan Rome Harrow, maka kegiatan ini tidak perlu dilakukan. Pembakaran sampah dilaksanakan setelah sampah kering dan arah bakaran harus berlawanan dengan arah angin. Kapasitas kerja tergantung pada ketebalan sampah. Sampah tebal bekas tebangan Bundled Cane (hijau) adalah 0,15 HK/ha dan sampah tipis bekas tebangan Bundled Cane (bakar) adalah 3,00 HK/ha.
Penggaruan
Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan - bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata pada seluruh areal dengan menggunakan alat Baldan Harrow yang ditarik oleh traktor 140 HP.
Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan bongkahan - bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan mematikan tunggul maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal bajakan dan menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah traktor 120 HP dan alat Baldan Harrow dengan kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.
Pengumpulan Akar
Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa - sisa kayu yang terangkat akibat pembajakan I, II dan pembuatan alur tanam, dilaksanakan secara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa - sisa kayu dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 - 15 meter kemudian dibakar di areal tersebut.
Pembuatan Alur Tanam
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing Ridger dengan kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter.
Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan ajir. Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus sedikit menyilang dengan kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan pada pelaksanaan transportasi tebu. Pada daerah miring, arah kairan ditentukan sesuai dengan arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada lahan dengan kemiringan lebih dari 5% dibuat teras bangkun (Contour Bank). Kapasitas kerja adalah sekitar 1 ha/jam.
Penanaman
Pada prinsipnya persiapan bibit yang ditanam di areal lahan kering sama dengan yang ditanam di sawah. Namun karena kondisi yang terlalu kering kadang dipakai pula bagal mata empat. Waktu tanam tebu di lahan kering terdiri dari dua periode, yaitu.
Periode I
Menjelang musim kemarau (Mei - Agustus) pada daerah - daerah basah dengan 7 bulan basah dan daerah sedang yaitu 5 - 6 bulan basah, atau pada daerah yang memiliki tanah lembab. Namun dapat juga diberikan tambahan air untuk periode ini.
Periode II
Menjelang musim hujan (Oktober - November) pada daerah sedang dan kering yaitu 3 - 4 bulan basah.
Kebutuhan bibit yang akan ditanam adalah 11 mata tumbuh per meter juringan. Selain itu juga, untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya besar. Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end (nguntu walang). Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan ketersediaan bibit, perlu diketahui, pada umumnya kebutuhan air pada lahan kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan besar. Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup disebelahnya diharapkan dapat menggantikannya.
Cara penanaman tebu bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut: bibit yang telah diangkut menggunakan keranjang diecer pada guludan agar mudah dalam mengambilnya, kemudian bibit ditanam merata pada juringan/kairan dan ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri, untuk tanaman pertama pada lahan kering biasanya cenderung anakannya sedikit berkurang dibandingkan tanah sawah (reynoso), sehingga jumlah bibit tiap juringan diusahakan lebih bila dibandingkan dengan lahan sawah (± 80 ku), dan bila pada saat tanam curah terlalu tinggi, diusahakan tanam dengan cara glatimongup (bibit sedikit terlihat).
Pemeliharaan Tanaman Tebu
Penyulaman Tanaman Tebu
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman keprasan agar diperoleh populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2 minggu setelah tanam.
Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 - 3 mata sebanyak dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya. Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.
Pengendalian Gulma
Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya. Gulma - gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.
Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso, pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh). Herbisida yang digunakan tersaji dalam Tabel 15.
Tabel 15. Jenis dan Dosis Herbisida yang Digunakan
Waktu Aplikasi | Herbisida | Bahan Aktif | Dosis |
Pre Emergence | Karmex DMA | Diuron 2,4 - D Amin | 2,50 kg/ha 1,50 kg/ha |
Late Pre Emergence | Karmex DMA Amexon/Gesapax | Diuron 2,4 - D Amin Ametrin | 1,50 kg/ha 1,50 lt/ha 1,50 lt/ha |
Post Emergence I | Amexon/Gesapax DMA Gramoxon Sanvit | Ametrin 2,4 - D Amin Paraguat Surfaxtan | 2,00 lt/ha 0,75 lt/ha 0,50 lt/ha 0,50 lt/ha |
Post Emergence II | Gramoxon | Paraguat | 2,50 lt/ha |
Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 - 3 daun dan tanaman tebu sudah berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 - 2 kali. Post emergence diaplikasikan secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.
Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam.
Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisi tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh gulma merambat, populasi gulma hanya spot - spot, ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan.
Pembumbunan dan penggemburan
Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis.
Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan penggemburan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya tanaman tebu ratoon dan membantu aerasi pada daerah perakaran.
Pengemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator. Penggemburan dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (sebelum pemupukan II) dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu musim tanam.
Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II. Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller kedalaman minimal 40 cm.
Klentek
Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua tebu yang dilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi varietas dicari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Sebagai konsekuensinya tebu lahan kering harus dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga menjadi kriteria varietas tebu lahan kering, yaitu tahan bakar.
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama /penyakit pada areal perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya peningkatan produktivitas tebu. Beberapa hama yang umum menyerang antara lain: hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F), penggerek batang tebu (Chilo oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret (Lepidieta stigma F).
Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala; adanya loronggerekan pada ibu tulang daun, lorong gerekan yang lurus di bagian tengah pucuk tanaman sampai ruas muda di bawah titik tumbuh, titik tumbuh mati, daun muda menggulung dan mati. Setiap batang berisi satu ekor penggerek. Pencegahan; menggunakan bibit bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan dari tanaman glagah, pergiliran tanaman dengan padi/palawija. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam bentuk telur yang disebut pias. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan pemberian 20 butir granular Furadan 3G/tanaman, aplikasi Furadan 3G pada tanah 25 kg/ha.
Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo sachariphagus) gejala bercak - bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar tidak tembus, lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada ruas-ruas, titik tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu batang biasanya lebih dari satu penggerek. Pencegahan, memilih bibit yang bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran tanaman. Pengendalian: pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 - 40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat Jatiroto) sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan 35 EC 3 l/ha atau Asodrin 15 WSC 51/ha.
Uret (Lepidieta stigma f) gejala; tanaman layu, daun kering kemudian mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek dan disekitar perakaran terdapat uret. Pencegahan; pergiliran tanaman tebu dengan padi, dan palawija. Pengendalian: penangkapan uret dan kepik, penaburan insektisida Suscon blue 140 G 28 kg/ha.
Hama lain yang umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat grayak, tetapi serangannya relatif kecil sekali sehingga pengendaliannya cukup dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam pengendaliannya masih mengutamakan dengan sanitasi lingkungan, musuh alami, dan menggunakan varietas tahan terhadap semua hama, sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan karena tingkat serangannya rata - rata masih dibawah 5%.
Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah pabrik gula antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit mozaik, penyakit noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit Ratoon Stunting Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya adalah batang tebu menjadi sedikit lebih pendek dan lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang sehat, bila tanaman tebu dibelah terlihat berwarna jingga atau merah muda pada bagian bawah buku. Pengendaliannya dapat menggunakan varietas tahan, alat pemotong dengan deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air panas pada bibit dengan suhu air 500 C selama 2 - 3 jam. Serangan penyakit yang selama ini menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang banyak dilakukan adalah dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas tahan.
Pemupukan
Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman pertama (TRIT I) adalah 8 ku ZA, 2 ku SP36 dan 3 ku KCl tiap hektar dengan aplikasi 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam sebagai pupuk dasar dengan 1/3 dosis ZA dan seluruh SP 36 dan KCl. Pemupukan 2 dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 1,5 bulan yaitu pada awal musim hujan dengan 2/3 dosis ZA.
Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi tanaman kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian pupuk dengan bantuan traktor tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur sekaligus pembumbunan. Alat yang dipakai adalah chissel plow ditarik dengan traktor tangan.
Panen Tebu
Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis pendahuluan kemasakan tebu dan tabang angkut.
Taksasi Hasil
Taksasi hasil dilakukan untuk menaksir hasil tebu yang akan diperoleh nantainya, sehingga dapat direncanakan berapa lama hari giling, berapa tenaga kerja yang harus disiapkan dan berapa banyak bahan pembantu di pabrik yang harus disediakan. Umumnya taksasi dilakukan 2 kali yaitu pada bulan Desember dan Februari. Taksasi dilakukan dengan menghitung tebu dengan sistim sampling dan digunakan rumus
Y = jml bt/m juring x jml juring/ha x tinggi bt x bobot bt/m
Dimana.,
Y = hasil taksasi tebu per hektar
Jml bt/m juring = hasil perhitungan jumlah batang tebu per m juring
Jml juring/ha = banyaknya juringan per ha (yang ada di lapangan)
Tinggi bt = diukur sampai titik patah (± 30 cm dari pucuk)
Bobot bt = bobot batang per m yang diperoleh dari data tahun sebelumnya
Pemanenan
Panen dilaksanakan pada musim kering yaitu sekitar bulan April sampai Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan masalah kemudahan transportasi tebu dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimum pada musim kering.
Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program tebang, penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang, persiapan peralatan tebang dan pengangkutan, serta persiapan sarana dan prasarana tebang.
Untuk menentukan periode kemasakan optimal tebu dan sekaligus untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu, dilaksanakan analisis kemasakan tebu (Maturity Test). Analisis kemasakan tebu dilaksanakan tiga kali dengan interval 2 minggu (satu ronde), pada saat tanaman menginjak umur delapan bulan. Kegiatan tersebut dimulai dengan pengambilan tanaman contoh yang diawali, batang contoh ditentukan minimal 15 meter dari tepi dan 30 baris dari barisan pinggir.
Tanaman contoh diberi tanda untuk mempermudah pengambilan contoh berikutnya. Setiap kali analisis dibutuhkan 15 - 20 batang atau sebanyak dua rumpun tebu, kemudian dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi batang, serta penggilingan untuk memperoleh nira tebu. Selanjutnya dilakukan pengukuran persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data pol yang diperoleh dipetakan pada peta kemasakan tebu yang akan digunakan sebagai informasi untuk lokasi tebu yang sudah layak panen.
Prioritas penebangan dilakukan dengan memperhatikan faktor lain selain kemasakan, yaitu jarak kebun dari pabrik, kemudahan transportasi, keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan faktor tenaga kerja.
Pelaksanaan Tebang
Digunakan dua metode penebangan yaitu tebu hijau (Green Cane) dan tebu bakar (Burn Cane). Metode tebu hijau adalah menebang tebu dalam kondisi tanpa ada perlakuan pendahuluan, sedangkan tebu bakar adalah dilakukan pembakaran sebelum tebang untuk memudahkan penebangan dan mengurangi sampah yang tidak perlu. Tebu di Jawa dilakukan tanpa bakar, sedangkan di luar Jawa khususnya Lampung ± 90% dilakukan dengan bakar.
Tebang dilakukan dalam tiga sistem tebangan yaitu Bundled Cane (tebu ikat), Loose Cane (tebu urai) dan Chopped Cane (tebu cacah). Pelaksanaan di lapangan tebang masih dimominasi dengan manual, sebab dari segi kualitas tetap lebih baik dibandingkan dengan mesin tebang.
Bundled Cane (Tebu Ikat)
Tebangan ini dilaksanakan secara manual, baik pada saat penebangan maupun pemuatan tebu ke dalam truk. Pemuatan/pengangkutan tebu dari areal ke pabrik dilkasanakan mulai jam 5.00 - 22.00 WIB dengan menggunakan truk (los bak maupun ada baknya). Truk yang digunakan terdiri atas truk kecil dengan kapasitas angkut 6 - 8 ton dan truk besar dengan kapasitas angkut 10 - 12 ton. Saat pemuatan tebu ke dalam truk dalam kondisi lahan tidak basah, truk masuk ke areal dan lintasan truk tidak memotong barisan tebu. Perjalanan truk dari areal ke pabrik sesuai dengan rute yang telah ditetapkan dengan kecepatan maksimun 40 km/jam.
Pembongkaran muatan dilaksanakan di Cane Yard (tempat penampungan tebu sebelum giling) setelah penimbangan, dengan menggunakan patok beton (Cane Stacker) atau langsung ke meja tebu (Direct Feeding).
Loose Cane (Tebu Urai)
Tebangan loose cane merupakan sistem tebangan semi mekanik. Penebangan tebu dilaksanakan secara manual sedangkan pemuatan tebu ke Trailer atau truk menggunakan Grab Loader. Pembongkaran tebu dilaksanakan di tempat penampungan tebu (Cane Yard) langsung ke meja tebu (Feeding Table).
Penebangan loose cane menggunakan sistem 12 : 1, artinya setiap 12 baris ditebang dan ditumpuk menjadi satu tumpukan, dilaksanakan oleh dua orang. Tumpukan tebu diletakkan pada barisan ke 6 – 7, sedangkan sampah pada barisan ke 1 dan 12. Penebangan harus rata dengan tanah dan sampah yang terbawa ke pabrik tidak boleh lebih dari 6%.
Chopped Cane (Tebu Cacah)
Sistem penebangan tebu cacah dilaksanakan dengan menggunakan alat Bantu berupa mesin Cane Harvester. Penebangan sistem ini digunakan sebagai peyangga atau pembantu untuk memenuhi guota pengiriman tebu.
Untuk pengoperasian Cane Harvester secara optimal diperlukan kondisi areal yang relatif rata, kondisi tebu tidak banyak yang roboh, kondisi areal bersih dari sisa - sisa kayu/tunggul, tidak banyak gulma merambat, petak tebang dalam kondisi utuh sekitar 10 ha dan kondisi tanah tidak basah.
Pengangkutan dilaksanakan dengan menggunakan truk yang ada baknya (truk box), hal tersebut berkaitan dengan hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20 - 30 cm. Pada saat pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus diprioritaskan, tebu langsung ditampung di meja tebu (feeding table).
Alat dan Mesin Pertanian untuk Kebun Tebu
Untuk memperlancar pekerjaan di lapangan dan mendapatkan hasil yang baik dan efisien diperlukan peralatan mesin pertanian yang sesuai dengan jenis pekerjaan. Alat dan mesin pertanian yang ada merupakan alat standar bagi satu kebun tebu dengan luasan tanaman 18.000 ha. Rincian alat dan mesin pertanian disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Jumlah Mesin dan Peralatan Pertanian (Luas Tanaman 18.000 ha)
No | Jenis Mesin dan Peralatan | Jumlah |
Mesin | ||
1 | Traktor ukuran besar (290 HP) Traktor ukuran medium (143 HP) Traktor ukuran kecil (80 HP) | 4 30 192 |
2 | Bulldozer | 12 |
3 | Motor grader | 7 |
4 | Excavator | 4 |
5 | Dump truck | 20 |
6 | Truck | 60 |
7 | Grab Loader | 14 |
8 | Mesin tebang (Chopper) | 3 |
Peralatan | ||
1 | Disk plow | 24 |
2 | Moulboard plough (heavy duty) | 26 |
3 | Disk harrow (heavy duty) | 21 |
4 | Ridger | 22 |
5 | Fertilizer applicator | 32 |
6 | Boom sprayer | 24 |
7 | Sub tiller | 20 |
8 | Spring Tyne | 24 |
9 | Terra Tyne | 40 |
10 | Rake | 21 |
11 | Slasher | 24 |
12 | Road Roller | 6 |
13 | Trailer Multi Guna, Tangki | 36 |
14 | Trailer Tebu | 120 |
15 | Peralatan Irigasi Curah (set) | 72 |