Usaha Pengembang Pusat Perbelanjaan / Mall
Usaha Pengembang Pusat Perbelanjaan / Mall - Perkembangan industri properti menunjukkan peningkatan yang searah dengan perkembangan ekonomi nasional. Peningkatan aktivitas pada industi properti dapat dijadikan arahan atau petunjuk mulai membaiknya atau bangkitnya kembali kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, kegiatan di bidang properti dapat dijadikan indikator seberapa aktifnya kegiatan ekonomi secara umum yang sedang berlangsung.
Akan tetapi, perkembangan industri properti juga harus dicermati secara hati-hati karena dapat memberikan dampak pada dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, industri properti dapat menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi karena meningkatnya kegiatan di bidang properti akan mendorong naiknya berbagai kegiatan di sektor-sektor lain yang terkait ( efek pelipatgandaan /multiplier effect ) yakni dengan mendorong serangkaian aktivitas sektor ekonomi yang lain.
Sebagai contoh, kegiatan jasa perbankan yang memberikan jasa keuangan juga masih memerlukan adanya produk properti secara aktif sebagai tempat atau sarana untuk melakukan transaksi. Demikian pula, kegiatan produksi atau perdagangan maupun perkebunan/pertanian akan selalu membutuhkan produk properti sebagai sarana kegiatannya. Dengan demikian, kebutuhan akan produk properti akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi.
Namun di sisi lain, perkembangan industri properti yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. Meningkatnya industri properti yang tidak terkendali sehingga jauh melampaui kebutuhan (over supply) dapat berdampak pada terganggunya perekonomian nasional. Gangguan tersebut khususnya bila terjadi penurunan harga di sektor properti secara drastis.
Pada periode pre-krisis, pengembang sangat ekspansif melakukan pembangunan properti dimana sebagian besar pembiayaan menggunakan fasilitas perbankan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Namun demikian, pada saat terjadi krisis nilai tukar dan peningkatan suku bunga kredit secara tajam telah menghempaskan pengembang sekaligus membuat jatuhnya industri properti. Sekitar 60% (1500 pengembang) telah bangkrut serta kredit macet di sektor properti meningkat tajam, bahkan sebagian besar masuk ke dalam pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Setelah masa krisis, industri properti mulai pulih kembali khususnya sejak tahun 2000 dan mengalami peningkatan pesat sehingga sampai dengan tahun 2004 telah mencapai kapitalisasi Rp.66,18 triliun dari Rp.9,88 triliun pada tahun 2000, atau meningkat sekitar 570 % dalam 4 tahun terakhir.
Oleh karena itu melihat perkembangan industri properti yang saat ini semakin tinggi, dan berarti akan memperbesar peluang bisnis yang sangat besar dan layak dikaji lebih lanjut agar bermanfaat khususnya bagi calon pengembang pusat perbelanjaan atau mall dengan mengkaji lebih lanjut perihal :
- Apa pusat perbelanjaan itu ?
- Bagaimana kondisi dan perkembangan industri pusat perbelanjaan ?.
- Apakah lingkup bisnis dan peluang perbankan dalam penyaluran kredit kepada pengembang pusat perbelanjaan.
- Faktor resiko apa yang akan timbul ?
- Tingkat Persaingan, dan Kunci Sukses Bisnis Pusat Perbelanjaan.
Secara umum bidang usaha properti yang dinilai memiliki peran signifikan dalam mendorong kegiatan ekonomi, banyak digunakan masyarakat dan memiliki keterkaitan yang erat dengan resiko stabilitas sistem dibagi dalam 2 garis besar, yaitu:
Properti Komersial
Properti komersial terdiri dari gedung perkantoran, apartemen, pusat perdagangan (retail), pusat perbelanjaan dan kawasan industri
Properti Residensial
Properti sedangkan properti residensial terdiri dari perumahan (real estate) baik perumahan < 70 m2 maupun > 70 m2.
Pembahasan artikel ini, pembahasan hanya di bidang properti komersial untuk Pusat Perbelanjaan yang secara umum merupakan sarana usaha untuk melakukan usaha perdagangan, rekreasi, restoran dan sebagainya yang diperuntukkan bagi kelompok, perorangan, perusahaan atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang atau jasa dan terletak dalam bangunan/ruang yang menyatu.
Ketentuan tentang Mall/Supermal/Plaza yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah adalah :
- Komoditi yang dijual merupakan kebutuhan barang dan jasa.
- Kegiatan penjualan barang dilakukan secara eceran oleh para pemilik/penyewa sarana tempat usaha.
- Harga barang dagangan yang dijual harus dicantumkan secara jelas dan pasti pada kemasan barang pada suatu tempat tertentu yang mudah terlihat oleh konsumen.
Jenis Pusat Perbelanjaan
Berdasarkan jangkauan pelayanan kepada konsumen, pusat perbelanjaan dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu :
Pusat Pelayanan Lokal ( Neighbourhood Center )
- Skala Lingkungan ( Supermarket )
- Jangkauan pelayanan : 5.000 – 40.000 penduduk
- Luas areal : 30.000 – 100.000 sq ft/2.787 – 9.290m2
- Unit terbesar : Supermarket
- Waktu tempuh : 5 – 10 menit
- Luas Tapak : 3 – 10 acre/12.140 – 40.486 m2
- Barang yang diperdagangkan pada umumnya adalah untuk kebutuhan sehari-hari (primer)
Pusat Perbelanjaan Distrik (Community Centre)
- Skala Wilayah ( Plaza )
- Jangkauan pelayanan : 40.000 – 150.000 penduduk
- Luas areal : 100.000 – 300.000 sq ft/9.290 – 27.870m2
- Terdiri atas : Departemen Store, Supermarket, Toko-toko
- Waktu tempuh : 10 – 20 menit
- Luas Tapak : 10 – 30 acre/40.486 – 121.405 m2
- Barang yang diperdagangkan pada umumnya adalah untuk kebutuhan berkala (sekunder)
Pusat Perbelanjaan Regional ( Main Centre )
- Skala Kota ( Departemen Store )
- Jangkauan pelayanan : 150.000 – 1.000.000 penduduk
- Luas areal : 300.000 – 1.000.000 sq ft/27.870 – 92.990m2
- Terdiri atas : Departemen Store, Junior Departemen Store, Supermarket, dan berjenis-jenis toko
- Waktu tempuh : 20 menit
- Luas Tapak : 10 – 60 acre/40.486 – 242.811m2
Pusat Perbelanjaan Super Regional ( Shopping Mall )
- Jangkauan pelayanan : 300.000 penduduk
- Luas areal : 82.800 – 138.000m2
- Terdiri atas : Anchor tenant 3 atau lebih Departemen Store
- Waktu tempuh : 30 menit
- Luas Tapak : 15 – 100 acre/60.700 – 404.685m2
Konsep Pusat Perbelanjaan
Konsep yang diusung oleh pusat perbelanjaan juga sangat beragam tergantung dari segmentasi pasar/konsumen yang dituju, antara lain sbb :
- One Stop Shopping adalah pusat perbelanjaan dimana semua kebutuhan dapat diperoleh, sehingga sekali masuk ke pusat perbelanjaan tersebut sekaligus dapat semua barang yang diinginkan.
- Family Shopping Center adalah sebuah mal keluarga yang dapat menampung semua aktivitas dan kebutuhan keluarga dari mulai dari orang tua sampai anak – anak, misal : Puri Indah Mall, Supermal Karawaci.
- Lifestyle Shopping Center adalah tempat belanja dan tempat berkumpul , bersosialisai, serta melepas lelah setelah seharian bekerja, misal : Plaza Semanggi
- Shopping Entertainment adalah menjadikan tempat belanja sekaligus tempat hiburan atau dengan membentuk suatu gaya hidup hiburan yang berdampak pada lingkungan dan kawasan terkait, misal : Pondok Indah Mall
- Town Square adalah terjemahan dari alun – alun (tempat terbuka atau lapangan di tengah kota yang dikelilingi oleh bangunan pusat pemerintah, masjid atau pasar) jadi menjadikan suatu pusat perbelanjaan yang terdapat ruang terbuka didalamnya sebagai pengganti ruang terbuka alami, misal : Cihampelas Walk ( Ciwalk ), Depok Town Square ( Detos ), Cilandak Town Square ( Citos ).
- Junction secara harfiah diartikan sebagai persimpangan jalan dikembangkan sebagai memanfaatkan posisi strategis dengan memanfaatkan sebagian lahan di persimpangan jalan, misal : Cibubur Junction, Pluit Junction.
Dalam dunia shopping, ada 3 pelaku yang saling berhubungan. Ketiga pelaku tersebut antara lain shopper ( pengembang/pengelola pusat perbelanjaan ), retailer ( pedagang eceran ), supplier ( pedagang besar/distributor ). Mereka bertemu di suatu tempat yang dinamakan pusat perbelanjaan.
Di dalam artikel ini, pembahasan hanya terbatas Pusat Perbelanjaan Super Regional (Shopping Mall) dan mencakup pembahasan dari sisi shopper atau pengembang/pengelola pusat perbelanjaan.
Gambaran Usaha Pengembang Pusat Perbelanjaan / Mall
Gambaran Usaha Pengembang Pusat Perbelanjaan / Mall - Perekonomian yang semakin membaik setelah krisis ekonomi, disertai kondisi politik dan keamanan yang semakin membaik merupakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan industri properti khususnya di industri pusat perbelanjaan.
Bangkitnya kembali industri properti setelah mengalami kejatuhan yang dalam di tahun 1998, dimulai sejak tahun 2000 dengan tingkat pertumbuhan yang signifikan dan mengalami perkembangan yang sangat pesat sampai saat ini, dan berdasarkan data ini, perkembangan yang signifikan terjadi pada segmen shopping mall (pusat perbelanjaan) yang mengalami peningkatan kapitalisasi sangat cepat khususnya sejak tahun 2003. Kendati secara nilai kapitalisasi segmen ini sangat tinggi, namun secara unit relatif jauh lebih rendah dibandingkan segmen properti lainnya.
Meningkatnya pusat perbelanjaan tersebut terutama didorong pula oleh ekspansi besar-besaran dari hypermarket di sejumlah kota besar di Indonesia. Hadirnya hypermarket di pusat-pusat perbelanjaan juga merupakan daya tarik tersendiri bagi konsumen untuk melakukan pembelian di pusat perbelanjaan sehingga memberikan imbas pada outlet-outlet lain di lokasi tersebut.
Masih marak dan menariknya sektor perdagangan merupakan cerminan dari tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang memang memiliki populasi tinggi di dunia dan merupakan pasar yang signifikan. Selain itu, konsumsi juga masih merupakan faktor utama penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia dibandingkan faktor investasi.
Selain itu situasi politik dan ekonomi yang kondusif lewat iklan/promosi pengembang yang gencar serta berita – berita yang baik dari para investor/pemilik kios pusat perdagangan sebelumnya juga membuat pasar properti semakin panas. Sehingga mempengaruhi pemilik uang untuk memindahkan media investasinya ke arah properti dengan anggapan lebih menguntungkan serta lebih bergengsi kalo memiliki kios di pusat perbelanjaan.
Kondisi tersebut memberikan peluang bagi pengembang maupun pengusaha bukan pengembang yang memiliki dana lebih untuk mengembangkan tanahnya atau membeli tanah untuk dibangun pusat.
Sebagai gambaran mengenai kondisi dunia industri terutama Pusat Perbelanjaan saat ini adalah di wilayah JABODETABEK walaupun dilihat dari posisi Triwulan I Tahun 2007 secara tahunan (y-o-y), tingkat hunian pusat perbelanjaan menurun 1,71% hal ini disebabkan karena jumlah pusat perbelanjaan yang semakin meningkat sebesar 17,66% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, tarif sewa ritel naik sebesar 6,89% dibanding tahun sebelumnya (Rp 368.232/m2/bulan).